Sejak abad pertama umat Kristiani telah mengadakan ziarah ke tanah kelahiran Yesus. Santa Helena, ibunda Raja Konstantin, melakukan ziarahnya yang terkenal itu pada abad ke-4 dalam usahanya untuk mengenali dari dekat tempat Yesus dilahirkan, wafat dan dimakamkan. Untuk jangka waktu yang pendek, yaitu setelah tahun 1199 ketika tentara-tentara Perang Salib berhasil menguasai Yerusalem dan wilayah sekitarnya, ziarah dapat dilakukan tanpa kesulitan. Tetapi sejak tahun 1291 setelah mereka kehilangan kekuasaan mereka atas daerah tersebut, ziarah menjadi lebih berbahaya dan mahal. Ibadat Jalan Salib bertujuan untuk menghadirkan Tanah Suci baik bagi mereka yang tidak dapat berziarah ke sana maupun bagi mereka yang sudah berziarah ke sana.
Fransiskus dari Asisi mempunyai dua devosi yang amat mendalam yaitu Inkarnasi Yesus dan Sengsara Yesus, masing-masing dilambangkan dengan buaian dan salib. Para biarawan Fransiskan mempopulerkan devosi Jalan Salib sejak abad ke-14. Umat membuat perhentian-perhentian kecil di dalam gereja, kadang-kadang dibangun juga perhentian-perhentian yang besarnya seukuran manusia di luar gereja. Segera saja, hampir semua gereja telah memiliki Perhentian-perhentian Jalan Salib. Para biarawan Fransiskan juga menuliskan lirik Stabat Mater, yang biasanya dinyanyikan saat Ibadat Jalan Salib, baik dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Latin, maupun dalam bahasa setempat. Jumlah perhentian serta peristiwa-peristiwa Jalan Salib yang dikenangkan bervariasi dari waktu ke waktu. Ke-14 peristiwa Jalan Salib yang sekarang ditetapkan oleh Paus Clement XII (1730-1740).
Baik kita melakukan Ibadat Jalan Salib seorang diri atau bersama-sama dengan umat lain, di dalam gereja atau pun di ke-14 perhentian di luar gereja, ibadat ini menjadikan kisah sengsara dan wafat Yesus terasa nyata dan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar